Revolusi Indonesia: Latar Belakang dan Perjuangan Bangsa | Sejarah Kelas 11
Hai, Teman KOCO! Jika kemarin kita telah belajar tentang revolusi yang terjadi di dunia seperti revolusi Perancis, kali ini Minco akan mengajak kamu untuk menggali lebih dalam revolusi Indonesia atau revolusi yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia. Dimana, tentu saja revolusi ini bertujuan agar Indonesia lepas dari penjajahan dan konflik dengan Belanda. Penasaran bagaimana revolusi di negara kita ini? Yuk, simak selengkapnya di sini!
Latar Belakang Revolusi Indonesia
Tahukah kamu, setelah kemerdekaan Indonesia tidak sepenuhnya lepas dari jajahan Belanda lho! Bahkan kala itu Belanda masih sering berkonflik dengan Indonesia dan ingin menguasai wilayah serta kekuasaan di Indonesia. Hal inilah yang membuat Indonesia banyak melakukan pergerakan nasionalis, baik dalam bentuk peperangan maupun pembentukan partai politik untuk mendukung kemerdekaan Indonesia sepenuhnya.
Secara politis, keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia masih harus bentrok dengan sisa-sisa kekuatan Jepang yang beralasan bahwa ia diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo.
Di samping menghadap kekuatan Jepang, bangsa Indonesia juga harus berhadapan dengan tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Pemerintahan memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan untuk menjaga keamanan negara juga telah dibentuk TNI.
Kedatangan Sekutu dan Belanda

Melihat Indonesia dalam masa vacuum of power atau kekosongan pemerintahan, Belanda pun ingin menjajah kembali Indonesia dan menempati pemerintahan tersebut. Bahkan, Belanda dan blok Sekutu (negara-negara pemenang Perang Dunia II) membentuk komando militer, yaitu Allied Forces for Netherland Indies (AFNEI) untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Mengetahui hal tersebut, tentu saja negara kita kala itu tidak tinggal diam, rakyat Indonesia mulai melakukan perlawanan yang berujung terjadi perjuangan revolusi Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa contoh pertentangan dan perlawanan dari masyarakat:
- Perjuangan rakyat Semarang dalam melawan tentara Jepang
- Pengambilalihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta
- Ribuan Nyawa Arek Surabaya untuk Indonesia
- Pertempuran Palagan Ambarawa
- Pertempuran Medan Area
- Bandung Lautan Api
- Berita Proklamasi di Sulawesi
- Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali
Perjuangan Bangsa Antara Perang dan Diplomasi
Selain peperangan, bentuk perjuangan bangsa dalam menegakkan kemerdekaan adalah melalui upaya diplomasi. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut:
Perjanjian Linggarjati

Upaya pertama yang dilakukan adalah dengan membuat perjanjian Linggarjati yang merupakan langkah-langkah bagi pemerintah RI untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan jalan diplomatik. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam perundingan ini adalah Letnan Jenderal Sir Philip Christison dari Inggris, seorang diplomat senior serta mantan duta besar Inggris di Uni Soviet, Dr. H. J. Van Mook sebagai wakil dari Belanda, dan Perdana Menteri Republik Indonesia Sutan Sjahrir.
Dalam perundingan Linggarjati itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri dari 17 pasal yang berisi sebagai berikut:
- Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto
- Pemerintahan RI atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerah-daerah yang diduduki Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada RI.
- Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat.
- Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda.
- Pembentukan NIS dan Uni Indonesia-Belanda diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949.
- Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
- Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing.
- Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara.
Agresi Militer Belanda I

Di tengah-tengah upaya mencari kesepakatan dalam pelaksanaan isi Persetujuan Linggarjati, ternyata Belanda terus melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan isi Persetujuan Linggarjati. Di samping mensponsori pembentukan pemerintahan boneka, Belanda juga terus memasukkan kekuatan tentaranya. Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum yang isinya antara lain sebagai berikut.
- Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara bersama.
- Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri.
- Dewan Urusan Luar Negeri bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa.
- Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie).
Komisi Tiga Negara (KTN)

Perlu kamu ketahui, masalah Indonesia-Belanda ini telah dibawa dalam sidang-sidang PBB lho! Hal ini menunjukkan bahwa masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsa-bangsa dunia dan perjuangan rakyat Indonesia adalah bukti bahwa kemerdekaan merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia. PBB sebagai organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik antara RI dengan Belanda. Atas usul Amerika Serikat sebagai Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN ini berperan aktif dalam penyelenggaraan perjanjian Renville dan serangan Belanda pada Agresi Militer II. KTN pun membuat laporan yang disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran.
Perjanjian Renville

Komisi Tiga Negara (KTN) tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Sayangnya, Indonesia maupun Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda pun kemudian menerima tawaran tersebut. Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, yap orang Indonesia yang memihak Belanda. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal sebagai berikut.
- Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
- Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).
- Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
Agresi Militer Belanda II

Sebelum dilakukan perundingan Renville, sebenarnya sudah ada tanda-tanda bahwa Belanda akan melanggar persetujuan Renville. Oleh karena itu, pemerintah RI dan TNI mulai berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Belanda akan malakukan aksi militernya untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin oleh A.H. Nasution dan Hidayat.
Pada saat agresi militer Belanda II ini, Syafruddin Prawiranegara berhasil mendeklarasikan berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948. Dengan dibentuknya PDRI, Syafruddin mampu memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menegakkan pemerintah RI kala itu.
Persetujuan Roem-Royen

Serangan umum pada 1 Maret 1949 yang dilancarkan oleh para pejuang Indonesia, telah membuka mata dunia bahwa propaganda Belanda itu tidak benar. RI dan TNI masih tetap ada, namun Belanda tetap membandel dan tidak mau melaksanakan resolusi DK PBB 28 Januari. Merle Cochran, wakil dari Amerika Sekirat di UNCI mendesak agar Indonesia mau melanjutkan perundingan. Waktu itu Amerika Serikat menekan Indonesia, kalau Indonesia menolak, Amerika tidak akan memberikan bantuan dalam bentuk apa pun. Perundingan segera dilanjutkan pada tanggal 1 Mei 1949 dan satu minggu kemudian tercapailah persetujuan Roem-Royen yang berisi sebagai berikut:
- Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.
- Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. Belanda juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta menyetujui RI sebagai bagian dari NIS.
Sebagai pelaksanaan dari kesepakatan itu, maka pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Peristiwa keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal dengan Peristiwa Yogya Kembali.
Konferensi Meja Bundar (KMB)

Sesuai dengan isi persetujuan Roem-Royen, akhirnya Indonesia mengikuti KMB dan mendelegasikan Moh. Hatta, Moh. Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamijoyo, Dr. Sukiman ,Ir. Juanda, Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, TB. Simatupang, dan Mr. Sumardi.
KMB ini dibukan pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag dan dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen dan Chritchley sebagai mediator. Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan persengketaan dan mencapai kesepakatan penyerahan tanpa syarat kepada NIS sesuai persetujuan Renville sebelumnya.
Setelah melalui pembahasan dan perdebatan, akhirnya tanggal 2 November 1949 KMB dapat diakhiri. Hasil-hasil keputusan dalam KMB antara lain sebagal berikut:
- Belanda mengakui keberadaan negara RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. RIS terdiri dari RI dan 15 negara bagian/daerah yang pernah dibentuk Belanda.
- Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian, setelah pengakuan kedaulatan.
- Corak pemerintahan RIS akan diatur dengan konstitusi yang dibuat oleh para delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung
- Akan dibentuk Uni Indonesia Belanda yang bersifat lebih longgar, berdasarkan kerja sama secara sukarela dan sederajat. Uni Indonesia Belanda ini disepakati oleh Ratu Belanda.
- RIS harus membayar utang-utang Hindia Belanda sampai waktu pengakuan kedaulatan
- RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan
Pada tanggal 27 Desember 1949, akhirnya terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia yang dilakukan di Belanda dan Indonesia. Di Negera Belanda, delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees. Sementara itu, Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink.
Kembali Ke Negara Kesatuan
Setelah RIS menerima pengakuan kedaulatan, segera muncul rasa tidak puas di kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar RI. Sejumlah 15 negara bagian/daerah yang merupakan ciptaan Belanda, terasa berbau kolonial, sehingga belum merdeka sepenuhnya. Contohnya seperti Negara Indonesia Timur (NIT) merupakan negara bagian pertama ciptaan Belanda yang terbentuk pada tahun 1946 dan Negara Sumatra Timur, terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada tanggal 16 Februari 1948.
Akhirnya, Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur (Sumatra Timur) untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sesuai dengan usul dari DPR Sumatra Timur, proses pembentukan NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS. Setelah itu diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui konferensi itu akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan yang berisi:
- Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
- Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.
Bagaimana, Teman KOCO? Sudah mulai paham kan dengan materi kali ini?
Kalau kamu ada pertanyaan, langsung tulis di kolom komentar, ya.
Kamu juga bisa mendownload rangkuman materi gratis atau bertanya langsung dengan guru menggunakan KOCO Star.
Yuk, dapatkan semua aksesnya dengan klik banner di bawah ini!
