Kimia, SMA, Topik Belajar

Mengenal Reaksi Redoks dan Tata Nama Senyawa | Kimia Kelas 10

Teman KOCO, pernah nggak kamu menyimpan potongan apel di wadah atau udara terbuka? Nah, pasti apel itu akan berubah warna menjadi kecoklatan, bukan? Fenomena ini bisa terjadi karena adanya reaksi redoks lho! Yap, reaksi redoks adalah singkatan dari reaksi reduksi dan oksidasi, salah satu reaksi kimia yang melibatkan oksigen, elektron, dan bilangan oksidasi. Tapi, sebenarnya bagaimana sih reaksi redoks itu, Minco? Daripada penasaran, yuk langsung aja simak penjelasan di bawah ini!

Apa Itu Reaksi Redoks?

Perlu kamu ketahui, reaksi redoks adalah reaksi kimia yang terjadi karena pelepasan oksigen (reduksi) dan pengikatan oksigen (oksidasi). Salah satu reaksi kimia ini perlu kamu pelajari lho, karena banyak terjadi di kehidupan sehari-hari. Misalnya, proses fotosintesis tumbuhan, pengkaratan besi, pembakaran kertas dan logam, hingga proses respirasi yang terjadi di tubuh manusia.

Konsep Reaksi Redoks

Setelah kamu mengetahui arti dari reaksi redoks, sekarang kamu juga harus mengetahui konsep dari reaksi ini. Seperti yang sudah Minco spill di awal, konsep reaksi redoks melibatkan tiga macam hal, di antaranya yaitu:

Reaksi redoks yang melibatkan oksigen

Sesuai namanya, pada konsep yang pertama ini, reaksi reduksi melibatkan pelepasan oksigen oleh suatu zat, sedangkan reaksi oksidasi melibatkan pengikatan oksigen oleh suatu zat. Contoh reaksinya adalah sebagai berikut:

Reaksi reduksi: FeO(s) + CO(g) → Fe(s) + CO2(g)

Reaksi oksidasi: C(s) + O2(g) → CO2(g)

Coba perhatikan persamaan reaksi reduksi di atas! Pada ruas kiri terdapat senyawa padatan besi oksida (FeO) dan gas karbon monoksida (CO). Sedangkan, ruas sebelah kanannya terdapat unsur Fe dan gas karbon dioksida (CO2). Hal ini berarti bahwa telah terjadi perubahan reaksi dimana terdapat pelapasan oksigen dengan dibuktikan adanya gas oksigen (O2) di ruas sebelah kanan.

Sama halnya dengan contoh reaksi oksidasi di atas, sebelah kiri reaksi terdapat unsur padatan karbon (C) dan gas oksigen (O2). Sementara itu, pada ruas sebelah kanan terdapat senyawa karbon dioksida (CO2). Artinya, unsur C mengikat oksigen dan berubah menjadi karbon dioksida (CO2), sehingga terjadilah reaksi oksidasi.

Triknya agar kamu bisa lebih mudah menentukan reaksi mana yang reduksi atau oksidasi adalah dengan melihat posisi gas oksigennya (O2). Jika pada reaksi reduksi, gas oksigen (O2) berada di ruas kanan sebagai produk. Sebaliknya, pada reaksi oksidasi gas oksigen (O2) berada di ruas kiri sebagai produk.

Reaksi redoks yang melibatkan elektron

Konsep selanjutnya yaitu reaksi redoks dengan melibatkan atau berdasarkan perpindahan (transfer) elektron. Dimana, reaksi reduksi merupakan reaksi penangkapan elektron oleh suatu zat dan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron oleh suatu zat juga. Contoh reaksinya adalah sebagai berikut:

Reaksi reduksi: ½Cl2(ag) + e→ Cl(s)

Reaksi oksidasi: Na(s) → Na+(s) + e

Kira-kira apa yang membedakan dari kedua reaksi di atas? Yap, posisi elektronnya. Jika pada suatu reaksi elektronnya berada di ruas kiri sebagai reaktan, maka reaksi tersebut adalah reaksi reduksi. Sebaliknya, jika elektron pada suatu reaksi berada di ruas kanan sebagai produk, maka reaksinya disebut dengan reaksi oksidasi.

📌Notes!
Reaksi redoks yang melibatkan perpindahan elektron tidak dapat terjadi pada senyawa kovalen, jadi reaksi hanya akan terjadi pada senyawa ionik saja. 

Reaksi redoks yang melibatkan bilangan oksidasi

Seperti yang sudah Minco jelaskan sebelumnya, konsep reaksi redoks yang melibatkan perpindahan elektron hanya terjadi pada senyawa ionik saja. Hal inilah yang menyebabkan munculnya konsep reaksi redoks ketiga ini, yaitu dengan melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Apa itu bilangan oksidasi, Minco?

Bilangan oksidasi adalah jumlah muatan positif atau negatif pada sebuah atom. Perlu kamu catat bahwa unsur yang bilangan oksidasinya positif itu biasanya berupa atom-atom unsur logam, misalnya seperti Na, Mg, Al, dan Zn. Sedangkan, unsur yang bilangan oksidanya negatif berupa atom-atom unsur non logam seperti H, C, N, dan O.

Berdasarkan konsep ini, reaksi reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan bilangan oksidasi dan reaksi oksidasi adalah reaksi yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Contoh reaksinya adalah sebagai berikut:

Reaksi reduksi

reaksi redoks

Reaksi oksidasi

reaksi redoks

Pada reaksi reduksi di atas, terjadi penurunan biloks yaitu dari +2 ke 0. Secara umum, oksigen (O) mempunyai biloks -2 (kecuali pada senyawa H2O2), sehingga jika melihat pada persamaan reaksi reduksi di atas nilainya adalah -1. Selanjutnya, senyawa CuO mempunyai nilai yang netral, maka biloks total Cu dan O adalah nol. Nah, karena biloks O = -2, maka agar total biloks CuO = 0, biloks Cu harus bernilai +2. Sementara itu, Cu merupakan unsur bebas, maka biloksnya bernilai 0. Jadi, Cu mengalami penurunan biloks dari +2 ke 0, maka Cu mengalami reaksi reduksi.

Lalu bagaimana dengan reaksi oksidasi? Pada reaksi ini terjadi kenaikan biloks dari 0 menjadi +2. Fyi, H2 adalah unsur bebas, sehingga biloksnya adalah nol. Sedangkan, senyawa H2O mempunyai biloks H yang bernilai +1. Jadi, unsur H di sini mengalami kenaikan biloks dari 0 ke +1, maka dari itulah terjadi reaksi oksidasi.

Reduktor dan Oksidator

Dalam reaksi redoks terdapat istilah reduktor dan oksidator. Dimana, reduktor merupakan pengoksidasi atau zat yang mengalami oksidasi. Sementara itu, oksidator merupakan pereduksi atau zat yang mengalami reduksi. Berikut adalah perbedaan antara keduanya:

ReduktorOksidator
Bersifat reduktif atau mampu mereduksi senyawa lainBersifat oksidatif atau mampu mengoksidasi senyawa lain
Melepaskan atau memberikan elektron kepada senyawa lainMenerima elektron dari senyawa lain
Contohnya asam folat, alkali tanah, dan senyawa sulfitContohnya asam nitrat, halogen, dan natrium nitrat

Contoh reaksinya adalah sebagai berikut:

reaksi redoks
  • Reduktor: Al
  • Oksidator: Fe2O3
  • Hasil oksidasi: Al2O3
  • Hasil reduksi: Fe

Disproporsionasi dan Konproporsionasi

Selain reduktor dan oksidator, pada reaksi redoks kamu juga perlu mengetahui tentang disproporsionasi-konproporsionasi. Jadi, disproporsionasi atau autoredoks adalah reaksi redoks dimana yang mengalami reduksi dan oksidasi adalah zat yang sama. Misalnya seperti gambar persamaan reaksi di bawah ini:

reaksi redoks
  • Reduktor: Cl
  • Oksidator: Cl
  • Hasil oksidasi: KClO
  • Hasil reduksi: KCl

Sementara itu, konproporsionasi merupakan reaksi redoks dimana yang menjadi hasil oksidasi dan reduksi adalah zat yang sama. Coba lihat gambar persamaan reaksi di bawah ini!

reaksi redoks
  • Reduktor: SO2
  • Oksidator: H2S
  • Hasil oksidasi: S
  • Hasil reduksi: S

Aturan Bilangan Oksidasi

Terdapat 8 aturan yang harus kamu ketahui dalam menentukan bilangan oksidasi suatu atom, antara lain adalah sebagai berikut:

  • Bilangan oksidasi unsur bebas adalah 0.
    • Unsur bebas berbentuk atom, seperti C, Ca, Cu, Na, Fe, Al, Ne
    • Unsur bebas berbentuk molekul, seperti H2, O2, Cl2, P4, S8
  • Bilangan oksidasi ion monoatom (1 atom) dan poliatom (lebih dari 1 atom) sesuai dengan jenis muatan ionnya.
    • Monoatom → Na+, Mg2+, Al3+ berturut-turut adalah +1, +2, dan +3.
    • Poliatom → NH4+, SO42-, PO43- berturut-turut adalah +1, -2, dan -3.
  • Bilangan oksidasi unsur pada golongan logam IA, IIA, dan IIIA sesuai dengan golongannya.
    • IA = H, Li, Na, K, Rb, Cs, Fr = +1.
    • IIA = Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra = +2.
    • IIIA = B, Al, Ga, In, Tl = +3
  • Bilangan oksidasi unsur golongan transisi (golongan B) lebih dari satu.
    • Cu = +1 dan +2.
    • Au = +1 dan +3.
    • Sn = +3 dan +4.
  • Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk ion = jumlah muatannya.
    • NH4+ = +1→ Biloks H = +1. Atom H memiliki indeks 4, maka biloks H dikalikan dengan indeks H = +4. Karena jumlah muatan NH4 = +1, maka biloks N haruslah -3, agar ketika biloks N dan H dijumlahkan, hasilnya sesuai dengan jumlah muatannya, yaitu +1.
  • Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk senyawa = 0.
    • H2O = 0 → Biloks H = +1. Atom H memiliki indeks 2, sehingga biloks H dikalikan dengan indeks H = (+1) x 2 = +2. Agar jumlah biloks H dan O sama dengan 0, maka biloks O harus bernilai -2.
  • Bilangan oksidasi hidrogen (H) bila berikatan dengan logam = -1. Bila H berikatan dengan non-logam = +1.
    • Biloks H dalam AlH3 = -1 → Bukti: Atom Al merupakan unsur logam golongan IIIA, sehingga biloks Al = +3. Ingat aturan biloks poin 6, jumlah biloks unsur-unsur yang membentuk senyawa = 0. Jadi, apabila biloks Al dan H dijumlahkan, hasilnya harus 0. Agar biloks Al + biloks H = 0, biloks H haruslah -3. Karena atom H memiliki indeks 3, maka biloks H : indeks H = -3 : 3 = -1. Terbukti jika biloks H dalam AlH3 adalah -1.
  • Bilangan oksidasi oksigen (O) dalam senyawa peroksida = -1. Bilangan oksidasi O dalam senyawa non-peroksida = -2.
    • Biloks O dalam BaO2 = -1 → Bukti: Atom Ba merupakan unsur logam golongan IIA, sehingga biloks Ba = +2. Jumlah biloks Ba dan biloks O harus 0 (aturan biloks poin 6). Oleh sebab itu, biloks O harus bernilai -2. Karena atom O memiliki indeks 2, jadi biloks O : indeks O = -2 : 2 = -1. Terbukti jika biloks O dalam BaO2 adalah -1.

Tata Nama Senyawa

Agar kamu semakin paham tentang reaksi redoks, kamu harus mengetahui berbagai tata nama senyawa, di antaranya yaitu:

Tata Nama Senyawa Biner

Jika kamu belum tahu, senyawa biner adalah senyawa yang dibentuk oleh dua unsur yang berbeda. Tata nama senyawa ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Logam – non logam

Tata nama senyawa biner logam dan non logam terjadi pada senyawa ion. Unsur logam berdasarkan jumlah biloksnya dibedakan menjadi 2, yaitu:

Senyawa Ion dengan Logam Memiliki Jumlah Biloks hanya Satu

  • Terletak pada Golongan IA, IIA, IIIA
  • Tidak melibatkan biloks dan jumlah atomnya
  • Rumus: Nama logam + Nama non logam + Akhiran -ida
  • Contoh: NaBr → Natrium Bromida

Senyawa Ion dengan Logam Memiliki Jumlah Biloks Lebih dari Satu

  • Terletak pada golongan transisi (golongan B),
  • Rumus: Nama logam + Biloks + Nama Non Logam + Akhiran -ida
  • Contoh: Fe2O3 → Besi (III) Oksida

Non logam – non logam

Tata nama senyawa biner non logam dan non logam terjadi pada senyawa kovalen. Karena senyawa kovalen terbentuk dari unsur-unsur non logam. Pada penamaan senyawa kovalen, kita harus menuliskan jumlah unsurnya dalam senyawa. Terkecuali untuk unsur non logam urutan pertama dengan jumlah 1 unsur, tidak perlu disertakan jumlah unsurnya. Contohnya yaitu: CO → Karbon monoksida

Jumlah non logam 1 + Nama non logam 1 + Jumlah non logam 2+ Nama non logam 2 + Akhiran -ida

📌 Notes!
Penamaan jumlah unsur:
1 = mono
2 = di 
3 = tri 
4 = tetra 
5 = penta 
6 = heksa
7 = penta
8 = okta
9 = nona
10 = deka

Tata nama senyawa poliatomik

Pada senyawa poliatomik, unsur yang tersusun berjumlah lebih dari dua. Senyawa ini biasanya terdiri atas kation (ion positif) dan anion (ion negatif). Contoh senyawanya adalah K2SO4 (Kalium Sulfat). Rumus tata nama senyawa poliatomik adalah sebagai berikut:

Kation + Anion

reaksi redoks
Sumber: studiobelajar.com

Tata nama senyawa asam-basa

Sesuai namanya, tata nama senyawa ini terbagi menjadi dua yaitu senyawa asam yang terbentuk dari ion hidrogen (H+) dan anion, serta senyawa basa yang terbentuk dari kation dan ion hidroksida (OH). Berikut rumus dan contohnya masing-masing:

Senyawa asam

  • Rumus: Asam + Anion
  • Contoh: H2SO4 → Asam sulfat, HClO4 → Asam perklorat

Senyawa basa

  • Rumus: Kation + Hiroksida
  • Contoh: NaOH → Natrium hidroksida, Al(OH)2 → Aluminium hidroksida

Bagaimana, Teman KOCO? Sudah mulai paham kan dengan materi kali ini?

Kalau kamu ada pertanyaan, langsung tulis di kolom komentar, ya.

Kamu pun dapat mendownload rangkuman materi gratis atau bertanya langsung dengan guru menggunakan KOCO Star.   

Yuk, dapatkan semua aksesnya dengan klik banner di bawah ini!

koco star

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *