Disintegrasi Bangsa: Konflik dan Pergolakan Ideologi, Kepentingan, Pemerintahan | Sejarah Kelas 12
Disintegrasi bangsa merupakan fenomena yang terjadi akibat adanya perpecahan hidup atau konflik sosial di masyarakat, bisa terjadi karena pengaruh dari negara lain, maupun dari negara sendiri. Simak materi seputar perjuangan menghadapi disintegrasi bangsa hingga contoh konflik, pergolakan, maupun pemberontakan yang terjadi masa 1948 dan seterusnya.

Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Ideologi
PKI Madiun

Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan komunis yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun.
Pemberontakan ini dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat, terdiri atas Partai Komunis Indonesia, Partai Sosialis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia.
Tokoh: Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang Muso. Ia membawa PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada tanggal 18 September 1948.
Dengan demikian tokoh pemberontakan PKI madiun 1948 adalah Muso dan Amir Syarifuddin.
Latar Belakang: Latar belakang terjadinya pemberontakan PKI Madiun 1948 adalah karena adanya kekecewaan terhadap hasil Perjanjian Renville yang disepakati pada 17 Januari 1948.
Perjanjian ini dianggap merugikan Indonesia, karena perjanjian ini membuat dikuasainya banyak wilayah oleh Belanda.
Jalannya Pemberontakan: Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI. Pada waktu itu dipimpin oleh Amir Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville.
Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.
Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer.
Akhir Pemberontakan: Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution.
Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo.
Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah.
Dengan demikian, pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan oleh pemerintah dengan mengerahkan TNI dan akhirnya dua tokoh PKI Madiun yaitu Musso ditembak mati dan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
DI/TII


G30S/PKI

Peristiwa G30S/PKI dikenal sebagai gerakan yang kala itu disebut bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno.
Tak hanya itu, gerakan ini disebut-sebut sebagai gerakan untuk mengubah Indonesia menjadi negara komunis.
Latar Belakang: Situasi politik Indonesia yang genting pada sekitar bulan September 1965 memunculkan isu adanya Dewan Jenderal yang mengindikasikan ada beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas kepada Soekarno dan berniat untuk menggulingkan pemerintahannya.
Pejabat yang menjadi korban: Keenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa ini adalah:
- Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
- Mayor Jenderal Raden Suprapto
- Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
- Mayor Jenderal Siswondo Parman
- Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
- Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Sementara itu, Panglima TNI AH Nasution yang menjadi target utama berhasil meloloskan diri. Tapi, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik dan ditembak di Lubang Buaya.
Keenam jenderal di atas beserta Lettu Pierre Tendean kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Sejak berlakunya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar ini juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.
Selain itu, beberapa orang lainnya juga menjadi korban pembunuhan di Jakarta dan Yogyakarta. Mereka adalah:
- Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun
- Kolonel Katamso Darmokusumo
- Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto
Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Kepentingan
Angkatan Perang Ratu Adil, Andi Aziz, Republik Maluku Selatan

Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Sistem Pemerintahan
Berdasarkan kurun waktu terjadinya, konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan sistem pemerintahan dibedakan menjadi 2, yaitu pemberontakan PERMESTA dan PRRI, serta Persoalan Negara Federal dan BFO.
PRRI/Permesta

Latar belakang pemberontakan PERMESTA dan PRRI umumnya bermuara pada minimnya kesejahteraan di dalam tubuh tentara Angkatan Darat di Sumatera dan Sulawesi.
Kekecewaan ini berujung pada aksi pertentangan yang dilakukan oleh tokoh militer di beberapa daerah sebagai bentuk protes terhadap kabinet yang berkuasa pada saat itu, yakni Kabinet Djuanda.
Pertentangan ini bahkan berujung pada aksi pengambilan kekuasaan pemerintahan daerah dan para tokoh militer tersebut membentuk dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957.
Adapun dewan yang dimaksud, meliputi:
- Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
- Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon.
- Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
- Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Pergolakan ini akhirnya memuncak ketika tanggal 15 Februari 1957, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diproklamasikan oleh Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat.
Pemerintah pusat yang mengetahui hal ini pun tanpa ragu-ragu bertindak tegas dengan melakukan operasi militer untuk menindak pemberontak.
Persoalan Negara Federal

BFO Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni suatu negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya.
Konsep negara federal atau dikenal juga dengan “persekutuan” Negara Bagian Bijeenkomst Federal Overleg (BFO) menimbulkan perpecahan di Indonesia setelah kemerdekaan.
Perpecahan ini terjadi antara pihak federalis yang mendukung adanya negara persekutuan dengan pihak unitaris yang lebih condong ke dalam negara berbentuk kesatuan.
Setelah terjadinya Konferensi Meja Bundar (KMB), konflik antara pihak federalis dan unitaris semakin memanas dan mengarah dalam pertikaian senjata.
Hal ini ditandai dengan adanya aksi bersitegang antara Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang menjadi bagian dari TNI dengan KNIL yang saat itu menjadi bekas musuh TNI.
Pada akhirnya perpecahan yang terjadi ini menjadi pemersatu bangsa karena negara bagian yang ingin keluar setelah konferensi Meja Bundar (KMB) ditentang oleh rakyatnya sendiri dan didesak untuk bergabung ke RI.
Usai menyimak pemaparan diatas, kini kamu makin mahir menguasai seputar disintegrasi bangsa. Penasaran, kan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman materi yang kamu miliki? Yuk kerjakan TEMU (Tes Kemampuan Kamu) di Kelas BESTIE , ya!
Oiya, Minco alias Mimin KOCO juga mau kasih bocoran, nih kalau KOCO Star juga menyediakan media pembelajaran jika kamu masih butuh penjelasan yang lebih lengkap lagi. Langsung klik gambar banner ini, ya!
Dapatkan juga akses ke ribuan materi atau video belajar Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, serta bantuan langsung dari para guru secara live online dengan berlangganan KODIO Learning.